Jumat, 30 Agustus 2013

Budi Pradono adalah seorang arsitek muda yang memenangkan banyak penghargaan lewat konsep ‘arsitektur hijau’. Pada tahun 2005 karyanya pernah diliput a+u, majalah arsitektur dan urbanisme Jepang yang menjadi benchmark bagi para arsitek. Bukan saja karena publikasi tersebut selalu mengangkat isu terkini dan menampilkan karya spektakuler arsitek dunia, tapi juga karena penyebarannya yang mendunia.
Selain itu  hasil desainnya, Tetaring, sebuah restoran di Nusa Dua, Bali, masuk deretan Honourable Mention dalam Architectural Review Award 2005, sebuah penghargaan bergengsi di dunia. Lalu melalui karya yang sama, arsitek lulusan Universitas Duta Wacana Yogyakarta ini menyabet penghargaan The City Scape Architectural Review Awards 2004 di Dubai.
Sederet penghargaan lainnya antara lain: Honorable mention di AR Awards dalam  Emerging Architecture, London. Silver Medal and Honorary Diploma from UIA pada World Triennial of Architecture Interarch ke 11 di Bulgaria (2006), dan terpilih menjadi peserta dalam World Architecture Festival di Barcelona pada tahun 2008.
Pada tahun 2009 Budi Pradono mendapatkan penghargaan lewat sayembara yang bertema Gotong Royong City/Reciprocity. Sayembara yang diselenggarakan dalam rangkaian International Architecture Biennale Rotterdam (IABR) 2009 dimenangkan Budi lewat karya Eco Gate as Border Device.
Masih di tahun yang sama, yang sangat membanggakan, Budi berhasil memenangkan juara kedua dalam kompetisi Sichuan School International Conceptual Architecture Design di Cina. Kompetisi ini diikuti oleh lebih dari 400 arsitek muda maupun berpengalaman, juga para desainer dari 35 negara.
Budi Pradono2
Dengan bendera Budi Pradono Architects (BPA) studio yang didirikannya pada tahun 1999, BPA merupakan studio arsitektur yang mendasarkan rancangannya lewat penelitian dengan ahli lintas disiplin. BPA fokus pada desain urban yang ramah dan kontemporer melalui metodologi riset yang ketat, eksperimen yang intensif dan juga kolaborasi.
Karya mereka berkembang melalui analisis riset  melingkupi tipologi, material, struktur dan kegunaan untuk kepentingan masyarakat dan lingkungan, juga budaya. Riset tersebut kemudian terus berlangsung mengikuti proyek yang memiliki karakter dan kondisi yang berbeda.  Strategi ini menjadikan BPA berpartisipasi desain dalam skala yang berbeda dari desain produk sampai rumah pribadi, dari pengerjaan instalasi sampai institusi budaya atau infrastruktur kota urban dalam skala besar.
Menurut Budi profesi arsitek saat ini sedang mengalami tekanan yang kuat untuk melakukan perubahan besar dalam metode merancang dan juga melakukan absorbsi teknologi yang cepat agar dapat menghasilkan rancangan yang kontemporer yang berorientasi pada Arsitektur Hijau (green architecture), yang lebih tanggap pada isu-isu lingkungan. Saat ini Best Practice selalu dikaitkan dengan etika arsitek dalam mengantisipasi pemanasan global, penghematan energi, dan pengelolaan lingkungan yang lebih bertanggungjawab.
Saat menjelaskan tentang green design, Budi Pradono menggunakan contoh-contoh dari desain yang ia hasilkan, baik yang menurutnya ‘green’ atau ‘tidak green’. Profesi arsitek dewasa ini menuntut kita untuk melihat ‘green’ sebagai kesatuan dalam desain bangunan, dimana sekarang ini banyak award khusus diberikan pada bangunan yang ‘green’ dengan berbagai kriteria. ‘Green’ dapat diinterpretasikan sebagai sustainable (berkelanjutan), earthfriendly (ramah lingkungan), dan high performance building (bangunan dengan performa sangat baik). Ukuran ‘green‘ ditentukan oleh berbagai faktor, dimana terdapat peringkat yang merujuk pada kesadaran untuk menjadi lebih hijau.
Di negara-negara maju, terdapat award pengurangan pajak, insentif yang diberikan pada bangunan-bangunan yang tergolong ‘green‘. Yang sering menjadi pertanyaan adalah bagaimana mendesain sebuah bangunan yang ‘green‘ sekaligus memiliki estetika bangunan yang baik? Karena bisa saja bangunan memiliki fasilitas yang mendukung konsep green, namun ternyata secara estetika terlihat kurang menarik.
Dalam hal ini, peran arsitek menjadi penting. Standar bangunan yang ‘green‘ juga bisa menuntut lebih banyak dana, karena fasilitas yang dibeli agar bangunan menjadi ‘green‘ tidak murah, misalnya penggunaan photovoltaic (sel surya pembangkit listrik). Teknologi agar bangunan menjadi ‘green‘ biasanya tidak murah. Konsep ‘green‘ juga bisa diaplikasikan pada pengurangan penggunaan energi (misalnya energi listrik), low energy house dan zero energy building dengan memaksimalkan penutup bangunan (building envelope). Penggunaan energi terbaru seperti energi matahari, air, biomass, dan pengolahan limbah menjadi energi juga patut diperhitungkan.
Budi Pradono menjelaskan tentang konsep ‘green‘ dalam rancangannya melalui contoh, misalnya pada rancangan Bloomberg Office, dimana diterapkan desain yang mendukung pencahayaan alami dapat bermanfaat untuk keseluruhan lantai kantor, penggunaan alat yang dapat mendeteksi cahaya alami untuk mengurangi penggunaan pencahayaan buatan, yang merupakan salah satu contoh efisiensi pencahayaan.
Pada ‘K-house‘ yang dirancangnya untuk rumah mungil dengan 3 orang penghuni dan 5 ekor anjing, konsep arsitektur hijau diterapkan pada rancangan desain yang dibuat agar anjing-anjing tidak mudah lepas dan mengganggu tetangganya. Rumah ini mengetengahkan konsep rumah ‘kandang’ dengan jeruji-jeruji besinya, yang didesain dengan artistik sehingga menghilangkan kesan kandang dan menimbulkan artikulasi arsitektur baru dengan estetika yang unik.
Ahmett Salina Studio di Jakarta Selatan adalah salah satu rancangan dimana open space ditambahkan agar ruang hijau didepan bangunan lebih luas dan dapat digunakan bersama dengan tetangga-tetangganya. Rumah ini juga ‘menggunakan dinding tetangga’ untuk penghematan resource, serta memanfaatkan elemen bambu untuk secondary skin yang dapat menetralisir panas matahari.
AA house di Cipinang, Jakarta Timur dikonsep dengan keleluasaan ruang-ruang untuk saling overlap satu sama lainnya. Ruang tamu dan musholla dapat dibuka dan mencairkan ruang lebih luas. Roof garden dibuat pada tiap lantai hingga atapnya. Dari konsep-konsep desain tersebut, terdapat upaya Budi Pradono untuk menghadirkan ‘green design’ dalam rancangan arsitekturnya, dimana letak ‘green‘ pada tiap bangunan bisa berbeda sesuai dengan tuntutan dan kondisi yang ada.
Biodata
Nama          : Budi Pradono
Lahir            : Salatiga, Jawa Tengah 1970
Pendidikan dan karir    :
•    1995        lulusan Arsitektur Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta
•    1995 – 1996     Bekerja di Biro Arsitek Beverley Garlick Architects, Sydney
•    1996 – 1999     Bekerja di Konsultan Desain Internasional
•    1999         Mendirikan Biro Arsitek Budi Pradono
•    1999 – 2000    Mengajar di Jurusan Arsitektur Universitas Indonesia, Jakarta
•    2000 – 2002     Bekerja di Kengo Kuma & Associates, Tokyo
•    2002 – 2003     Menyelesaikan program Pasca Sarjana di Berlage Institute, laboratory of
architecture, Rotterdam
Penghargaan        :
•    1993        Meraih Juara kedua untuk Dani Tropy in the National Student Architecture
Competition
. “Conservation Of The Dani tribe settlement”, Irian Jaya, Indonesia
•    1993        Pemenang hadiah utama dari National Architectural Design Competition for
the Loji Kecil Area of Yogyakarta

•    2000        Penghargaan sebagai Arsitek Muda Berbakat dalam The Bunka Cho fellowship (Japan Architecture Institute)
•    2000        Finalis The “City for All “Desain Kota Dirgantara – Halim, Jakarta
•    2004        Pemenang Proyek Leisure Future Project, City Scape Architectural Review
Award Dubai for Restaurant at Jimbaran, Bali

•    2004        Pemenang Proyek komersial, City Scape Architectural Review Award
Dubai for Tetaring Kayumanis Restaurant Nusa Dua, Bali

•    2005        Meraih Juara ketiga One Stop Shopping Gallery Jakarta Kota, Architectonia
Indonesia Design Magazine

•    2005        Honourable mention, Penghargaan AR  untuk Emerging Architecture, London
Pameran        :
•    1996         Architecture Go Public, Galleria Mall, Yogyakarta
•    1999        Architectural Photography of current European Architecture, Twilight Café,
Jakarta
•    1999        perayaan 10 tahun berdirinya AMI (Arsitek Muda Indonesia) Le Bo Ye, Jakarta
•    1999-2000    Toward the New era of Architecture in Indonesia, Erasmus Huis, Jakarta
•    2000         La Biennalle di Venezia 7 th International Exhibition Competition of
Ideas; Citta: Third millennium City, The Giardini
di Castello, Venezia, Italy
•    2003        Tether Satellite City, International Architecture Exhibition, Roterdam
Biennale
•    2004        “Imagining Jakarta” proyek kolaborasi dengan  Irwan Ahmeet, Cemara 6
Gallery, Jakarta
•    2004        Kayumanis Architectural Exhibition Nusa Dua, Bali 2004
•    2005        UIA Congress Exhibition, Istambul
•    2005        CP Bienalle, Jakarta
•    2005        California College of The Arts, Eighth Street, San Fransisco
•    2005        ‘Secondary Skin‘ Budi Pradono Architecture Exhibition, Gedung Arsip Nasional,
Jakarta
•    2005-2006     AR Awards for Emerging Architecture, Royal Institute British Architect,
London

Budi Pradono adalah seorang arsitek muda yang memenangkan banyak penghargaan lewat konsep ‘arsitektur hijau’. Pada tahun 2005 karyanya pernah diliput a+u, majalah arsitektur dan urbanisme Jepang yang menjadi benchmark bagi para arsitek. Bukan saja karena publikasi tersebut selalu mengangkat isu terkini dan menampilkan karya spektakuler arsitek dunia, tapi juga karena penyebarannya yang mendunia.
Selain itu  hasil desainnya, Tetaring, sebuah restoran di Nusa Dua, Bali, masuk deretan Honourable Mention dalam Architectural Review Award 2005, sebuah penghargaan bergengsi di dunia. Lalu melalui karya yang sama, arsitek lulusan Universitas Duta Wacana Yogyakarta ini menyabet penghargaan The City Scape Architectural Review Awards 2004 di Dubai.
Sederet penghargaan lainnya antara lain: Honorable mention di AR Awards dalam  Emerging Architecture, London. Silver Medal and Honorary Diploma from UIA pada World Triennial of Architecture Interarch ke 11 di Bulgaria (2006), dan terpilih menjadi peserta dalam World Architecture Festival di Barcelona pada tahun 2008.
Pada tahun 2009 Budi Pradono mendapatkan penghargaan lewat sayembara yang bertema Gotong Royong City/Reciprocity. Sayembara yang diselenggarakan dalam rangkaian International Architecture Biennale Rotterdam (IABR) 2009 dimenangkan Budi lewat karya Eco Gate as Border Device.
Masih di tahun yang sama, yang sangat membanggakan, Budi berhasil memenangkan juara kedua dalam kompetisi Sichuan School International Conceptual Architecture Design di Cina. Kompetisi ini diikuti oleh lebih dari 400 arsitek muda maupun berpengalaman, juga para desainer dari 35 negara.
Budi Pradono2
Dengan bendera Budi Pradono Architects (BPA) studio yang didirikannya pada tahun 1999, BPA merupakan studio arsitektur yang mendasarkan rancangannya lewat penelitian dengan ahli lintas disiplin. BPA fokus pada desain urban yang ramah dan kontemporer melalui metodologi riset yang ketat, eksperimen yang intensif dan juga kolaborasi.
Karya mereka berkembang melalui analisis riset  melingkupi tipologi, material, struktur dan kegunaan untuk kepentingan masyarakat dan lingkungan, juga budaya. Riset tersebut kemudian terus berlangsung mengikuti proyek yang memiliki karakter dan kondisi yang berbeda.  Strategi ini menjadikan BPA berpartisipasi desain dalam skala yang berbeda dari desain produk sampai rumah pribadi, dari pengerjaan instalasi sampai institusi budaya atau infrastruktur kota urban dalam skala besar.
Menurut Budi profesi arsitek saat ini sedang mengalami tekanan yang kuat untuk melakukan perubahan besar dalam metode merancang dan juga melakukan absorbsi teknologi yang cepat agar dapat menghasilkan rancangan yang kontemporer yang berorientasi pada Arsitektur Hijau (green architecture), yang lebih tanggap pada isu-isu lingkungan. Saat ini Best Practice selalu dikaitkan dengan etika arsitek dalam mengantisipasi pemanasan global, penghematan energi, dan pengelolaan lingkungan yang lebih bertanggungjawab.
Saat menjelaskan tentang green design, Budi Pradono menggunakan contoh-contoh dari desain yang ia hasilkan, baik yang menurutnya ‘green’ atau ‘tidak green’. Profesi arsitek dewasa ini menuntut kita untuk melihat ‘green’ sebagai kesatuan dalam desain bangunan, dimana sekarang ini banyak award khusus diberikan pada bangunan yang ‘green’ dengan berbagai kriteria. ‘Green’ dapat diinterpretasikan sebagai sustainable (berkelanjutan), earthfriendly (ramah lingkungan), dan high performance building (bangunan dengan performa sangat baik). Ukuran ‘green‘ ditentukan oleh berbagai faktor, dimana terdapat peringkat yang merujuk pada kesadaran untuk menjadi lebih hijau.
Di negara-negara maju, terdapat award pengurangan pajak, insentif yang diberikan pada bangunan-bangunan yang tergolong ‘green‘. Yang sering menjadi pertanyaan adalah bagaimana mendesain sebuah bangunan yang ‘green‘ sekaligus memiliki estetika bangunan yang baik? Karena bisa saja bangunan memiliki fasilitas yang mendukung konsep green, namun ternyata secara estetika terlihat kurang menarik.
Dalam hal ini, peran arsitek menjadi penting. Standar bangunan yang ‘green‘ juga bisa menuntut lebih banyak dana, karena fasilitas yang dibeli agar bangunan menjadi ‘green‘ tidak murah, misalnya penggunaan photovoltaic (sel surya pembangkit listrik). Teknologi agar bangunan menjadi ‘green‘ biasanya tidak murah. Konsep ‘green‘ juga bisa diaplikasikan pada pengurangan penggunaan energi (misalnya energi listrik), low energy house dan zero energy building dengan memaksimalkan penutup bangunan (building envelope). Penggunaan energi terbaru seperti energi matahari, air, biomass, dan pengolahan limbah menjadi energi juga patut diperhitungkan.
Budi Pradono menjelaskan tentang konsep ‘green‘ dalam rancangannya melalui contoh, misalnya pada rancangan Bloomberg Office, dimana diterapkan desain yang mendukung pencahayaan alami dapat bermanfaat untuk keseluruhan lantai kantor, penggunaan alat yang dapat mendeteksi cahaya alami untuk mengurangi penggunaan pencahayaan buatan, yang merupakan salah satu contoh efisiensi pencahayaan.
Pada ‘K-house‘ yang dirancangnya untuk rumah mungil dengan 3 orang penghuni dan 5 ekor anjing, konsep arsitektur hijau diterapkan pada rancangan desain yang dibuat agar anjing-anjing tidak mudah lepas dan mengganggu tetangganya. Rumah ini mengetengahkan konsep rumah ‘kandang’ dengan jeruji-jeruji besinya, yang didesain dengan artistik sehingga menghilangkan kesan kandang dan menimbulkan artikulasi arsitektur baru dengan estetika yang unik.
Ahmett Salina Studio di Jakarta Selatan adalah salah satu rancangan dimana open space ditambahkan agar ruang hijau didepan bangunan lebih luas dan dapat digunakan bersama dengan tetangga-tetangganya. Rumah ini juga ‘menggunakan dinding tetangga’ untuk penghematan resource, serta memanfaatkan elemen bambu untuk secondary skin yang dapat menetralisir panas matahari.
AA house di Cipinang, Jakarta Timur dikonsep dengan keleluasaan ruang-ruang untuk saling overlap satu sama lainnya. Ruang tamu dan musholla dapat dibuka dan mencairkan ruang lebih luas. Roof garden dibuat pada tiap lantai hingga atapnya. Dari konsep-konsep desain tersebut, terdapat upaya Budi Pradono untuk menghadirkan ‘green design’ dalam rancangan arsitekturnya, dimana letak ‘green‘ pada tiap bangunan bisa berbeda sesuai dengan tuntutan dan kondisi yang ada.
Biodata
Nama          : Budi Pradono
Lahir            : Salatiga, Jawa Tengah 1970
Pendidikan dan karir    :
•    1995        lulusan Arsitektur Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta
•    1995 – 1996     Bekerja di Biro Arsitek Beverley Garlick Architects, Sydney
•    1996 – 1999     Bekerja di Konsultan Desain Internasional
•    1999         Mendirikan Biro Arsitek Budi Pradono
•    1999 – 2000    Mengajar di Jurusan Arsitektur Universitas Indonesia, Jakarta
•    2000 – 2002     Bekerja di Kengo Kuma & Associates, Tokyo
•    2002 – 2003     Menyelesaikan program Pasca Sarjana di Berlage Institute, laboratory of
architecture, Rotterdam
Penghargaan        :
•    1993        Meraih Juara kedua untuk Dani Tropy in the National Student Architecture
Competition
. “Conservation Of The Dani tribe settlement”, Irian Jaya, Indonesia
•    1993        Pemenang hadiah utama dari National Architectural Design Competition for
the Loji Kecil Area of Yogyakarta

•    2000        Penghargaan sebagai Arsitek Muda Berbakat dalam The Bunka Cho fellowship (Japan Architecture Institute)
•    2000        Finalis The “City for All “Desain Kota Dirgantara – Halim, Jakarta
•    2004        Pemenang Proyek Leisure Future Project, City Scape Architectural Review
Award Dubai for Restaurant at Jimbaran, Bali

•    2004        Pemenang Proyek komersial, City Scape Architectural Review Award
Dubai for Tetaring Kayumanis Restaurant Nusa Dua, Bali

•    2005        Meraih Juara ketiga One Stop Shopping Gallery Jakarta Kota, Architectonia
Indonesia Design Magazine

•    2005        Honourable mention, Penghargaan AR  untuk Emerging Architecture, London
Pameran        :
•    1996         Architecture Go Public, Galleria Mall, Yogyakarta
•    1999        Architectural Photography of current European Architecture, Twilight Café,
Jakarta
•    1999        perayaan 10 tahun berdirinya AMI (Arsitek Muda Indonesia) Le Bo Ye, Jakarta
•    1999-2000    Toward the New era of Architecture in Indonesia, Erasmus Huis, Jakarta
•    2000         La Biennalle di Venezia 7 th International Exhibition Competition of
Ideas; Citta: Third millennium City, The Giardini
di Castello, Venezia, Italy
•    2003        Tether Satellite City, International Architecture Exhibition, Roterdam
Biennale
•    2004        “Imagining Jakarta” proyek kolaborasi dengan  Irwan Ahmeet, Cemara 6
Gallery, Jakarta
•    2004        Kayumanis Architectural Exhibition Nusa Dua, Bali 2004
•    2005        UIA Congress Exhibition, Istambul
•    2005        CP Bienalle, Jakarta
•    2005        California College of The Arts, Eighth Street, San Fransisco
•    2005        ‘Secondary Skin‘ Budi Pradono Architecture Exhibition, Gedung Arsip Nasional,
Jakarta
•    2005-2006     AR Awards for Emerging Architecture, Royal Institute British Architect,
London

Budi Pradono adalah seorang arsitek muda yang memenangkan banyak penghargaan lewat konsep ‘arsitektur hijau’. Pada tahun 2005 karyanya pernah diliput a+u, majalah arsitektur dan urbanisme Jepang yang menjadi benchmark bagi para arsitek. Bukan saja karena publikasi tersebut selalu mengangkat isu terkini dan menampilkan karya spektakuler arsitek dunia, tapi juga karena penyebarannya yang mendunia.
Selain itu  hasil desainnya, Tetaring, sebuah restoran di Nusa Dua, Bali, masuk deretan Honourable Mention dalam Architectural Review Award 2005, sebuah penghargaan bergengsi di dunia. Lalu melalui karya yang sama, arsitek lulusan Universitas Duta Wacana Yogyakarta ini menyabet penghargaan The City Scape Architectural Review Awards 2004 di Dubai.
Sederet penghargaan lainnya antara lain: Honorable mention di AR Awards dalam  Emerging Architecture, London. Silver Medal and Honorary Diploma from UIA pada World Triennial of Architecture Interarch ke 11 di Bulgaria (2006), dan terpilih menjadi peserta dalam World Architecture Festival di Barcelona pada tahun 2008.
Pada tahun 2009 Budi Pradono mendapatkan penghargaan lewat sayembara yang bertema Gotong Royong City/Reciprocity. Sayembara yang diselenggarakan dalam rangkaian International Architecture Biennale Rotterdam (IABR) 2009 dimenangkan Budi lewat karya Eco Gate as Border Device.
Masih di tahun yang sama, yang sangat membanggakan, Budi berhasil memenangkan juara kedua dalam kompetisi Sichuan School International Conceptual Architecture Design di Cina. Kompetisi ini diikuti oleh lebih dari 400 arsitek muda maupun berpengalaman, juga para desainer dari 35 negara.
Budi Pradono2
Dengan bendera Budi Pradono Architects (BPA) studio yang didirikannya pada tahun 1999, BPA merupakan studio arsitektur yang mendasarkan rancangannya lewat penelitian dengan ahli lintas disiplin. BPA fokus pada desain urban yang ramah dan kontemporer melalui metodologi riset yang ketat, eksperimen yang intensif dan juga kolaborasi.
Karya mereka berkembang melalui analisis riset  melingkupi tipologi, material, struktur dan kegunaan untuk kepentingan masyarakat dan lingkungan, juga budaya. Riset tersebut kemudian terus berlangsung mengikuti proyek yang memiliki karakter dan kondisi yang berbeda.  Strategi ini menjadikan BPA berpartisipasi desain dalam skala yang berbeda dari desain produk sampai rumah pribadi, dari pengerjaan instalasi sampai institusi budaya atau infrastruktur kota urban dalam skala besar.
Menurut Budi profesi arsitek saat ini sedang mengalami tekanan yang kuat untuk melakukan perubahan besar dalam metode merancang dan juga melakukan absorbsi teknologi yang cepat agar dapat menghasilkan rancangan yang kontemporer yang berorientasi pada Arsitektur Hijau (green architecture), yang lebih tanggap pada isu-isu lingkungan. Saat ini Best Practice selalu dikaitkan dengan etika arsitek dalam mengantisipasi pemanasan global, penghematan energi, dan pengelolaan lingkungan yang lebih bertanggungjawab.
Budi Pradono3
Saat menjelaskan tentang green design, Budi Pradono menggunakan contoh-contoh dari desain yang ia hasilkan, baik yang menurutnya ‘green’ atau ‘tidak green’. Profesi arsitek dewasa ini menuntut kita untuk melihat ‘green’ sebagai kesatuan dalam desain bangunan, dimana sekarang ini banyak award khusus diberikan pada bangunan yang ‘green’ dengan berbagai kriteria. ‘Green’ dapat diinterpretasikan sebagai sustainable (berkelanjutan), earthfriendly (ramah lingkungan), dan high performance building (bangunan dengan performa sangat baik). Ukuran ‘green‘ ditentukan oleh berbagai faktor, dimana terdapat peringkat yang merujuk pada kesadaran untuk menjadi lebih hijau.
Di negara-negara maju, terdapat award pengurangan pajak, insentif yang diberikan pada bangunan-bangunan yang tergolong ‘green‘. Yang sering menjadi pertanyaan adalah bagaimana mendesain sebuah bangunan yang ‘green‘ sekaligus memiliki estetika bangunan yang baik? Karena bisa saja bangunan memiliki fasilitas yang mendukung konsep green, namun ternyata secara estetika terlihat kurang menarik.
Dalam hal ini, peran arsitek menjadi penting. Standar bangunan yang ‘green‘ juga bisa menuntut lebih banyak dana, karena fasilitas yang dibeli agar bangunan menjadi ‘green‘ tidak murah, misalnya penggunaan photovoltaic (sel surya pembangkit listrik). Teknologi agar bangunan menjadi ‘green‘ biasanya tidak murah. Konsep ‘green‘ juga bisa diaplikasikan pada pengurangan penggunaan energi (misalnya energi listrik), low energy house dan zero energy building dengan memaksimalkan penutup bangunan (building envelope). Penggunaan energi terbaru seperti energi matahari, air, biomass, dan pengolahan limbah menjadi energi juga patut diperhitungkan.
Budi Pradono menjelaskan tentang konsep ‘green‘ dalam rancangannya melalui contoh, misalnya pada rancangan Bloomberg Office, dimana diterapkan desain yang mendukung pencahayaan alami dapat bermanfaat untuk keseluruhan lantai kantor, penggunaan alat yang dapat mendeteksi cahaya alami untuk mengurangi penggunaan pencahayaan buatan, yang merupakan salah satu contoh efisiensi pencahayaan.
Pada ‘K-house‘ yang dirancangnya untuk rumah mungil dengan 3 orang penghuni dan 5 ekor anjing, konsep arsitektur hijau diterapkan pada rancangan desain yang dibuat agar anjing-anjing tidak mudah lepas dan mengganggu tetangganya. Rumah ini mengetengahkan konsep rumah ‘kandang’ dengan jeruji-jeruji besinya, yang didesain dengan artistik sehingga menghilangkan kesan kandang dan menimbulkan artikulasi arsitektur baru dengan estetika yang unik.
Budi Pradono4
Ahmett Salina Studio di Jakarta Selatan adalah salah satu rancangan dimana open space ditambahkan agar ruang hijau didepan bangunan lebih luas dan dapat digunakan bersama dengan tetangga-tetangganya. Rumah ini juga ‘menggunakan dinding tetangga’ untuk penghematan resource, serta memanfaatkan elemen bambu untuk secondary skin yang dapat menetralisir panas matahari.
AA house di Cipinang, Jakarta Timur dikonsep dengan keleluasaan ruang-ruang untuk saling overlap satu sama lainnya. Ruang tamu dan musholla dapat dibuka dan mencairkan ruang lebih luas. Roof garden dibuat pada tiap lantai hingga atapnya. Dari konsep-konsep desain tersebut, terdapat upaya Budi Pradono untuk menghadirkan ‘green design’ dalam rancangan arsitekturnya, dimana letak ‘green‘ pada tiap bangunan bisa berbeda sesuai dengan tuntutan dan kondisi yang ada.
Biodata
Nama          : Budi Pradono
Lahir            : Salatiga, Jawa Tengah 1970
Pendidikan dan karir    :
•    1995        lulusan Arsitektur Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta
•    1995 – 1996     Bekerja di Biro Arsitek Beverley Garlick Architects, Sydney
•    1996 – 1999     Bekerja di Konsultan Desain Internasional
•    1999         Mendirikan Biro Arsitek Budi Pradono
•    1999 – 2000    Mengajar di Jurusan Arsitektur Universitas Indonesia, Jakarta
•    2000 – 2002     Bekerja di Kengo Kuma & Associates, Tokyo
•    2002 – 2003     Menyelesaikan program Pasca Sarjana di Berlage Institute, laboratory of
architecture, Rotterdam
Penghargaan        :
•    1993        Meraih Juara kedua untuk Dani Tropy in the National Student Architecture
Competition
. “Conservation Of The Dani tribe settlement”, Irian Jaya, Indonesia
•    1993        Pemenang hadiah utama dari National Architectural Design Competition for
the Loji Kecil Area of Yogyakarta

•    2000        Penghargaan sebagai Arsitek Muda Berbakat dalam The Bunka Cho fellowship (Japan Architecture Institute)
•    2000        Finalis The “City for All “Desain Kota Dirgantara – Halim, Jakarta
•    2004        Pemenang Proyek Leisure Future Project, City Scape Architectural Review
Award Dubai for Restaurant at Jimbaran, Bali

•    2004        Pemenang Proyek komersial, City Scape Architectural Review Award
Dubai for Tetaring Kayumanis Restaurant Nusa Dua, Bali

•    2005        Meraih Juara ketiga One Stop Shopping Gallery Jakarta Kota, Architectonia
Indonesia Design Magazine

•    2005        Honourable mention, Penghargaan AR  untuk Emerging Architecture, London
Pameran        :
•    1996         Architecture Go Public, Galleria Mall, Yogyakarta
•    1999        Architectural Photography of current European Architecture, Twilight Café,
Jakarta
•    1999        perayaan 10 tahun berdirinya AMI (Arsitek Muda Indonesia) Le Bo Ye, Jakarta
•    1999-2000    Toward the New era of Architecture in Indonesia, Erasmus Huis, Jakarta
•    2000         La Biennalle di Venezia 7 th International Exhibition Competition of
Ideas; Citta: Third millennium City, The Giardini
di Castello, Venezia, Italy
•    2003        Tether Satellite City, International Architecture Exhibition, Roterdam
Biennale
•    2004        “Imagining Jakarta” proyek kolaborasi dengan  Irwan Ahmeet, Cemara 6
Gallery, Jakarta
•    2004        Kayumanis Architectural Exhibition Nusa Dua, Bali 2004
•    2005        UIA Congress Exhibition, Istambul
•    2005        CP Bienalle, Jakarta
•    2005        California College of The Arts, Eighth Street, San Fransisco
•    2005        ‘Secondary Skin‘ Budi Pradono Architecture Exhibition, Gedung Arsip Nasional,
Jakarta
•    2005-2006     AR Awards for Emerging Architecture, Royal Institute British Architect,
London

Budi Pradono adalah seorang arsitek muda yang memenangkan banyak penghargaan lewat konsep ‘arsitektur hijau’. Pada tahun 2005 karyanya pernah diliput a+u, majalah arsitektur dan urbanisme Jepang yang menjadi benchmark bagi para arsitek. Bukan saja karena publikasi tersebut selalu mengangkat isu terkini dan menampilkan karya spektakuler arsitek dunia, tapi juga karena penyebarannya yang mendunia.
Selain itu  hasil desainnya, Tetaring, sebuah restoran di Nusa Dua, Bali, masuk deretan Honourable Mention dalam Architectural Review Award 2005, sebuah penghargaan bergengsi di dunia. Lalu melalui karya yang sama, arsitek lulusan Universitas Duta Wacana Yogyakarta ini menyabet penghargaan The City Scape Architectural Review Awards 2004 di Dubai.
Sederet penghargaan lainnya antara lain: Honorable mention di AR Awards dalam  Emerging Architecture, London. Silver Medal and Honorary Diploma from UIA pada World Triennial of Architecture Interarch ke 11 di Bulgaria (2006), dan terpilih menjadi peserta dalam World Architecture Festival di Barcelona pada tahun 2008.
Pada tahun 2009 Budi Pradono mendapatkan penghargaan lewat sayembara yang bertema Gotong Royong City/Reciprocity. Sayembara yang diselenggarakan dalam rangkaian International Architecture Biennale Rotterdam (IABR) 2009 dimenangkan Budi lewat karya Eco Gate as Border Device.
Masih di tahun yang sama, yang sangat membanggakan, Budi berhasil memenangkan juara kedua dalam kompetisi Sichuan School International Conceptual Architecture Design di Cina. Kompetisi ini diikuti oleh lebih dari 400 arsitek muda maupun berpengalaman, juga para desainer dari 35 negara.
Budi Pradono2
Dengan bendera Budi Pradono Architects (BPA) studio yang didirikannya pada tahun 1999, BPA merupakan studio arsitektur yang mendasarkan rancangannya lewat penelitian dengan ahli lintas disiplin. BPA fokus pada desain urban yang ramah dan kontemporer melalui metodologi riset yang ketat, eksperimen yang intensif dan juga kolaborasi.
Karya mereka berkembang melalui analisis riset  melingkupi tipologi, material, struktur dan kegunaan untuk kepentingan masyarakat dan lingkungan, juga budaya. Riset tersebut kemudian terus berlangsung mengikuti proyek yang memiliki karakter dan kondisi yang berbeda.  Strategi ini menjadikan BPA berpartisipasi desain dalam skala yang berbeda dari desain produk sampai rumah pribadi, dari pengerjaan instalasi sampai institusi budaya atau infrastruktur kota urban dalam skala besar.
Menurut Budi profesi arsitek saat ini sedang mengalami tekanan yang kuat untuk melakukan perubahan besar dalam metode merancang dan juga melakukan absorbsi teknologi yang cepat agar dapat menghasilkan rancangan yang kontemporer yang berorientasi pada Arsitektur Hijau (green architecture), yang lebih tanggap pada isu-isu lingkungan. Saat ini Best Practice selalu dikaitkan dengan etika arsitek dalam mengantisipasi pemanasan global, penghematan energi, dan pengelolaan lingkungan yang lebih bertanggungjawab.
Budi Pradono3
Saat menjelaskan tentang green design, Budi Pradono menggunakan contoh-contoh dari desain yang ia hasilkan, baik yang menurutnya ‘green’ atau ‘tidak green’. Profesi arsitek dewasa ini menuntut kita untuk melihat ‘green’ sebagai kesatuan dalam desain bangunan, dimana sekarang ini banyak award khusus diberikan pada bangunan yang ‘green’ dengan berbagai kriteria. ‘Green’ dapat diinterpretasikan sebagai sustainable (berkelanjutan), earthfriendly (ramah lingkungan), dan high performance building (bangunan dengan performa sangat baik). Ukuran ‘green‘ ditentukan oleh berbagai faktor, dimana terdapat peringkat yang merujuk pada kesadaran untuk menjadi lebih hijau.
Di negara-negara maju, terdapat award pengurangan pajak, insentif yang diberikan pada bangunan-bangunan yang tergolong ‘green‘. Yang sering menjadi pertanyaan adalah bagaimana mendesain sebuah bangunan yang ‘green‘ sekaligus memiliki estetika bangunan yang baik? Karena bisa saja bangunan memiliki fasilitas yang mendukung konsep green, namun ternyata secara estetika terlihat kurang menarik.
Dalam hal ini, peran arsitek menjadi penting. Standar bangunan yang ‘green‘ juga bisa menuntut lebih banyak dana, karena fasilitas yang dibeli agar bangunan menjadi ‘green‘ tidak murah, misalnya penggunaan photovoltaic (sel surya pembangkit listrik). Teknologi agar bangunan menjadi ‘green‘ biasanya tidak murah. Konsep ‘green‘ juga bisa diaplikasikan pada pengurangan penggunaan energi (misalnya energi listrik), low energy house dan zero energy building dengan memaksimalkan penutup bangunan (building envelope). Penggunaan energi terbaru seperti energi matahari, air, biomass, dan pengolahan limbah menjadi energi juga patut diperhitungkan.
Budi Pradono menjelaskan tentang konsep ‘green‘ dalam rancangannya melalui contoh, misalnya pada rancangan Bloomberg Office, dimana diterapkan desain yang mendukung pencahayaan alami dapat bermanfaat untuk keseluruhan lantai kantor, penggunaan alat yang dapat mendeteksi cahaya alami untuk mengurangi penggunaan pencahayaan buatan, yang merupakan salah satu contoh efisiensi pencahayaan.
Pada ‘K-house‘ yang dirancangnya untuk rumah mungil dengan 3 orang penghuni dan 5 ekor anjing, konsep arsitektur hijau diterapkan pada rancangan desain yang dibuat agar anjing-anjing tidak mudah lepas dan mengganggu tetangganya. Rumah ini mengetengahkan konsep rumah ‘kandang’ dengan jeruji-jeruji besinya, yang didesain dengan artistik sehingga menghilangkan kesan kandang dan menimbulkan artikulasi arsitektur baru dengan estetika yang unik.
Budi Pradono4
Ahmett Salina Studio di Jakarta Selatan adalah salah satu rancangan dimana open space ditambahkan agar ruang hijau didepan bangunan lebih luas dan dapat digunakan bersama dengan tetangga-tetangganya. Rumah ini juga ‘menggunakan dinding tetangga’ untuk penghematan resource, serta memanfaatkan elemen bambu untuk secondary skin yang dapat menetralisir panas matahari.
AA house di Cipinang, Jakarta Timur dikonsep dengan keleluasaan ruang-ruang untuk saling overlap satu sama lainnya. Ruang tamu dan musholla dapat dibuka dan mencairkan ruang lebih luas. Roof garden dibuat pada tiap lantai hingga atapnya. Dari konsep-konsep desain tersebut, terdapat upaya Budi Pradono untuk menghadirkan ‘green design’ dalam rancangan arsitekturnya, dimana letak ‘green‘ pada tiap bangunan bisa berbeda sesuai dengan tuntutan dan kondisi yang ada.
Biodata
Nama          : Budi Pradono
Lahir            : Salatiga, Jawa Tengah 1970
Pendidikan dan karir    :
•    1995        lulusan Arsitektur Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta
•    1995 – 1996     Bekerja di Biro Arsitek Beverley Garlick Architects, Sydney
•    1996 – 1999     Bekerja di Konsultan Desain Internasional
•    1999         Mendirikan Biro Arsitek Budi Pradono
•    1999 – 2000    Mengajar di Jurusan Arsitektur Universitas Indonesia, Jakarta
•    2000 – 2002     Bekerja di Kengo Kuma & Associates, Tokyo
•    2002 – 2003     Menyelesaikan program Pasca Sarjana di Berlage Institute, laboratory of
architecture, Rotterdam
Penghargaan        :
•    1993        Meraih Juara kedua untuk Dani Tropy in the National Student Architecture
Competition
. “Conservation Of The Dani tribe settlement”, Irian Jaya, Indonesia
•    1993        Pemenang hadiah utama dari National Architectural Design Competition for
the Loji Kecil Area of Yogyakarta

•    2000        Penghargaan sebagai Arsitek Muda Berbakat dalam The Bunka Cho fellowship (Japan Architecture Institute)
•    2000        Finalis The “City for All “Desain Kota Dirgantara – Halim, Jakarta
•    2004        Pemenang Proyek Leisure Future Project, City Scape Architectural Review
Award Dubai for Restaurant at Jimbaran, Bali

•    2004        Pemenang Proyek komersial, City Scape Architectural Review Award
Dubai for Tetaring Kayumanis Restaurant Nusa Dua, Bali

•    2005        Meraih Juara ketiga One Stop Shopping Gallery Jakarta Kota, Architectonia
Indonesia Design Magazine

•    2005        Honourable mention, Penghargaan AR  untuk Emerging Architecture, London
Pameran        :
•    1996         Architecture Go Public, Galleria Mall, Yogyakarta
•    1999        Architectural Photography of current European Architecture, Twilight Café,
Jakarta
•    1999        perayaan 10 tahun berdirinya AMI (Arsitek Muda Indonesia) Le Bo Ye, Jakarta
•    1999-2000    Toward the New era of Architecture in Indonesia, Erasmus Huis, Jakarta
•    2000         La Biennalle di Venezia 7 th International Exhibition Competition of
Ideas; Citta: Third millennium City, The Giardini
di Castello, Venezia, Italy
•    2003        Tether Satellite City, International Architecture Exhibition, Roterdam
Biennale
•    2004        “Imagining Jakarta” proyek kolaborasi dengan  Irwan Ahmeet, Cemara 6
Gallery, Jakarta
•    2004        Kayumanis Architectural Exhibition Nusa Dua, Bali 2004
•    2005        UIA Congress Exhibition, Istambul
•    2005        CP Bienalle, Jakarta
•    2005        California College of The Arts, Eighth Street, San Fransisco
•    2005        ‘Secondary Skin‘ Budi Pradono Architecture Exhibition, Gedung Arsip Nasional,
Jakarta
•    2005-2006     AR Awards for Emerging Architecture, Royal Institute British Architect,
London

Budi Pradono adalah seorang arsitek muda yang memenangkan banyak penghargaan lewat konsep ‘arsitektur hijau’. Pada tahun 2005 karyanya pernah diliput a+u, majalah arsitektur dan urbanisme Jepang yang menjadi benchmark bagi para arsitek. Bukan saja karena publikasi tersebut selalu mengangkat isu terkini dan menampilkan karya spektakuler arsitek dunia, tapi juga karena penyebarannya yang mendunia.
Selain itu  hasil desainnya, Tetaring, sebuah restoran di Nusa Dua, Bali, masuk deretan Honourable Mention dalam Architectural Review Award 2005, sebuah penghargaan bergengsi di dunia. Lalu melalui karya yang sama, arsitek lulusan Universitas Duta Wacana Yogyakarta ini menyabet penghargaan The City Scape Architectural Review Awards 2004 di Dubai.
Sederet penghargaan lainnya antara lain: Honorable mention di AR Awards dalam  Emerging Architecture, London. Silver Medal and Honorary Diploma from UIA pada World Triennial of Architecture Interarch ke 11 di Bulgaria (2006), dan terpilih menjadi peserta dalam World Architecture Festival di Barcelona pada tahun 2008.
Pada tahun 2009 Budi Pradono mendapatkan penghargaan lewat sayembara yang bertema Gotong Royong City/Reciprocity. Sayembara yang diselenggarakan dalam rangkaian International Architecture Biennale Rotterdam (IABR) 2009 dimenangkan Budi lewat karya Eco Gate as Border Device.
Masih di tahun yang sama, yang sangat membanggakan, Budi berhasil memenangkan juara kedua dalam kompetisi Sichuan School International Conceptual Architecture Design di Cina. Kompetisi ini diikuti oleh lebih dari 400 arsitek muda maupun berpengalaman, juga para desainer dari 35 negara.
Budi Pradono2
Dengan bendera Budi Pradono Architects (BPA) studio yang didirikannya pada tahun 1999, BPA merupakan studio arsitektur yang mendasarkan rancangannya lewat penelitian dengan ahli lintas disiplin. BPA fokus pada desain urban yang ramah dan kontemporer melalui metodologi riset yang ketat, eksperimen yang intensif dan juga kolaborasi.
Karya mereka berkembang melalui analisis riset  melingkupi tipologi, material, struktur dan kegunaan untuk kepentingan masyarakat dan lingkungan, juga budaya. Riset tersebut kemudian terus berlangsung mengikuti proyek yang memiliki karakter dan kondisi yang berbeda.  Strategi ini menjadikan BPA berpartisipasi desain dalam skala yang berbeda dari desain produk sampai rumah pribadi, dari pengerjaan instalasi sampai institusi budaya atau infrastruktur kota urban dalam skala besar.
Menurut Budi profesi arsitek saat ini sedang mengalami tekanan yang kuat untuk melakukan perubahan besar dalam metode merancang dan juga melakukan absorbsi teknologi yang cepat agar dapat menghasilkan rancangan yang kontemporer yang berorientasi pada Arsitektur Hijau (green architecture), yang lebih tanggap pada isu-isu lingkungan. Saat ini Best Practice selalu dikaitkan dengan etika arsitek dalam mengantisipasi pemanasan global, penghematan energi, dan pengelolaan lingkungan yang lebih bertanggungjawab.
Budi Pradono3
Saat menjelaskan tentang green design, Budi Pradono menggunakan contoh-contoh dari desain yang ia hasilkan, baik yang menurutnya ‘green’ atau ‘tidak green’. Profesi arsitek dewasa ini menuntut kita untuk melihat ‘green’ sebagai kesatuan dalam desain bangunan, dimana sekarang ini banyak award khusus diberikan pada bangunan yang ‘green’ dengan berbagai kriteria. ‘Green’ dapat diinterpretasikan sebagai sustainable (berkelanjutan), earthfriendly (ramah lingkungan), dan high performance building (bangunan dengan performa sangat baik). Ukuran ‘green‘ ditentukan oleh berbagai faktor, dimana terdapat peringkat yang merujuk pada kesadaran untuk menjadi lebih hijau.
Di negara-negara maju, terdapat award pengurangan pajak, insentif yang diberikan pada bangunan-bangunan yang tergolong ‘green‘. Yang sering menjadi pertanyaan adalah bagaimana mendesain sebuah bangunan yang ‘green‘ sekaligus memiliki estetika bangunan yang baik? Karena bisa saja bangunan memiliki fasilitas yang mendukung konsep green, namun ternyata secara estetika terlihat kurang menarik.
Dalam hal ini, peran arsitek menjadi penting. Standar bangunan yang ‘green‘ juga bisa menuntut lebih banyak dana, karena fasilitas yang dibeli agar bangunan menjadi ‘green‘ tidak murah, misalnya penggunaan photovoltaic (sel surya pembangkit listrik). Teknologi agar bangunan menjadi ‘green‘ biasanya tidak murah. Konsep ‘green‘ juga bisa diaplikasikan pada pengurangan penggunaan energi (misalnya energi listrik), low energy house dan zero energy building dengan memaksimalkan penutup bangunan (building envelope). Penggunaan energi terbaru seperti energi matahari, air, biomass, dan pengolahan limbah menjadi energi juga patut diperhitungkan.
Budi Pradono menjelaskan tentang konsep ‘green‘ dalam rancangannya melalui contoh, misalnya pada rancangan Bloomberg Office, dimana diterapkan desain yang mendukung pencahayaan alami dapat bermanfaat untuk keseluruhan lantai kantor, penggunaan alat yang dapat mendeteksi cahaya alami untuk mengurangi penggunaan pencahayaan buatan, yang merupakan salah satu contoh efisiensi pencahayaan.
Pada ‘K-house‘ yang dirancangnya untuk rumah mungil dengan 3 orang penghuni dan 5 ekor anjing, konsep arsitektur hijau diterapkan pada rancangan desain yang dibuat agar anjing-anjing tidak mudah lepas dan mengganggu tetangganya. Rumah ini mengetengahkan konsep rumah ‘kandang’ dengan jeruji-jeruji besinya, yang didesain dengan artistik sehingga menghilangkan kesan kandang dan menimbulkan artikulasi arsitektur baru dengan estetika yang unik.
Budi Pradono4
Ahmett Salina Studio di Jakarta Selatan adalah salah satu rancangan dimana open space ditambahkan agar ruang hijau didepan bangunan lebih luas dan dapat digunakan bersama dengan tetangga-tetangganya. Rumah ini juga ‘menggunakan dinding tetangga’ untuk penghematan resource, serta memanfaatkan elemen bambu untuk secondary skin yang dapat menetralisir panas matahari.
AA house di Cipinang, Jakarta Timur dikonsep dengan keleluasaan ruang-ruang untuk saling overlap satu sama lainnya. Ruang tamu dan musholla dapat dibuka dan mencairkan ruang lebih luas. Roof garden dibuat pada tiap lantai hingga atapnya. Dari konsep-konsep desain tersebut, terdapat upaya Budi Pradono untuk menghadirkan ‘green design’ dalam rancangan arsitekturnya, dimana letak ‘green‘ pada tiap bangunan bisa berbeda sesuai dengan tuntutan dan kondisi yang ada.
Biodata
Nama          : Budi Pradono
Lahir            : Salatiga, Jawa Tengah 1970
Pendidikan dan karir    :
•    1995        lulusan Arsitektur Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta
•    1995 – 1996     Bekerja di Biro Arsitek Beverley Garlick Architects, Sydney
•    1996 – 1999     Bekerja di Konsultan Desain Internasional
•    1999         Mendirikan Biro Arsitek Budi Pradono
•    1999 – 2000    Mengajar di Jurusan Arsitektur Universitas Indonesia, Jakarta
•    2000 – 2002     Bekerja di Kengo Kuma & Associates, Tokyo
•    2002 – 2003     Menyelesaikan program Pasca Sarjana di Berlage Institute, laboratory of
architecture, Rotterdam
Penghargaan        :
•    1993        Meraih Juara kedua untuk Dani Tropy in the National Student Architecture
Competition
. “Conservation Of The Dani tribe settlement”, Irian Jaya, Indonesia
•    1993        Pemenang hadiah utama dari National Architectural Design Competition for
the Loji Kecil Area of Yogyakarta

•    2000        Penghargaan sebagai Arsitek Muda Berbakat dalam The Bunka Cho fellowship (Japan Architecture Institute)
•    2000        Finalis The “City for All “Desain Kota Dirgantara – Halim, Jakarta
•    2004        Pemenang Proyek Leisure Future Project, City Scape Architectural Review
Award Dubai for Restaurant at Jimbaran, Bali

•    2004        Pemenang Proyek komersial, City Scape Architectural Review Award
Dubai for Tetaring Kayumanis Restaurant Nusa Dua, Bali

•    2005        Meraih Juara ketiga One Stop Shopping Gallery Jakarta Kota, Architectonia
Indonesia Design Magazine

•    2005        Honourable mention, Penghargaan AR  untuk Emerging Architecture, London
Pameran        :
•    1996         Architecture Go Public, Galleria Mall, Yogyakarta
•    1999        Architectural Photography of current European Architecture, Twilight Café,
Jakarta
•    1999        perayaan 10 tahun berdirinya AMI (Arsitek Muda Indonesia) Le Bo Ye, Jakarta
•    1999-2000    Toward the New era of Architecture in Indonesia, Erasmus Huis, Jakarta
•    2000         La Biennalle di Venezia 7 th International Exhibition Competition of
Ideas; Citta: Third millennium City, The Giardini
di Castello, Venezia, Italy
•    2003        Tether Satellite City, International Architecture Exhibition, Roterdam
Biennale
•    2004        “Imagining Jakarta” proyek kolaborasi dengan  Irwan Ahmeet, Cemara 6
Gallery, Jakarta
•    2004        Kayumanis Architectural Exhibition Nusa Dua, Bali 2004
•    2005        UIA Congress Exhibition, Istambul
•    2005        CP Bienalle, Jakarta
•    2005        California College of The Arts, Eighth Street, San Fransisco
•    2005        ‘Secondary Skin‘ Budi Pradono Architecture Exhibition, Gedung Arsip Nasional,
Jakarta
•    2005-2006     AR Awards for Emerging Architecture, Royal Institute British Architect,
London